Mukadimah
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
BULAN Sya’ban dalam penanggalan kaum Muslim merupakan bulannya peringatan. Awal bulan Sya’ban ditandai dengan kelahiran Imam Ketiga Syi`ah, Husain bin Ali, saudara sepupunya, Abbas bin Ali; putranya, Ali bin Husain Zain al-Abidin, dan terakhir, keturunannya yang paling termasyhur, al-Qâ`im dari Ahlulbait, Imam Keduabelas, al-Mahdi as.
Saya menghadiri sebuah pertemuan yang direncanakan untuk merayakan kelahiran Imam Keduabelas¾salam atasnya¾pada malam 15 Sya’ban di salah satu sekolah tinggi di Teheran. Acara yang diatur dengan baik ini diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Akan tetapi, mayoritas hadirin berasal dari kalangan terdidik, termasuk para siswa yunior dan senior dari sekolah tersebut. Pertemuan itu disponsori oleh Asosiasi Islam dari sekolah tadi.
Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci al-Quran oleh siswa muda, yang, melalui lantunannya yang merdu, memberi nuansa spiritual kepada peristiwa tersebut. Setelahnya, seorang siswa lain membacakan sebuah puisi yang telah digubahnya bertemakan Imam Gaib as, dan acara ketiga menampilkan makalah yang ditulis dengan baik dan sangat relevan mengenai topik tersebut. Di penghujung acara, Tn. Hosyyar, salah seorang pengajar terkemuka, menyampaikan pembicaraan yang relevan seputar topik Imam Zaman as. Ceramah ini disampaikan sampai menjelang sore.
Pertemuan tersebut meninggalkan kesan mendalam kepada saya. Bukan sekadar sisi seremonialnya yang menarik perhatian saya, namun juga pengalaman yang diselimuti ruh keikhlasan dan ketakwaan yang mengalir dari kawula muda. Mereka telah mengorganisasikan agama dan pengetahuan serta terdorong dalam menyebarluaskan kebenaran-kebenaran agama dan memahami masyarakat banyak, mencerahkan pemikiran mereka dengan keimanan. Atmosfer pada pertemuan tadi didominasi oleh niat suci dan keikhlasan dalam bertindak dari kawula muda ini, yang berinteraksi dengan hadirin memancarkan kehangatan dan perenungan.
Antusiasme di kawula muda ini dan gairah keagamaan mereka, dipandu oleh pemikiran yang bening, membuat hati saya penuh harapan akan masa depan umat Islam. Saya hampir menyaksikan kepemimpinan masa depan dari peradaban dan tanggung jawab untuk kemajuan manusia terletak pada bahu mereka. Pandangan saya dipenuhi dengan air mata harapan dan saya berdoa kepada Allah Yang Mahakuasa dengan semua ketulusan demi kejayaan Asosiasi Islam milik para siswa tersebut dan sekolah-sekolah yang telah merintis misi suci ini di kalangan generasi muda.
Pada momen itu juga, Ir. Madani, yang duduk di sebelah Tn. Hosyyar, mengajukan pertanyaan, “Apakah Anda benar-benar percaya terhadap eksistensi Imam Gaib? Apakah pendapat Anda didasarkan pada riset atau Anda semata-mata membela kepercayaan tersebut berdasarkan dugaan Anda?”
Tn. Hosyyar menjawab, “Kepercayaanku tidak didasarkan pada keimanan buta ataupun taklid buta. Justru, saya mengakuinya melalui kajian dan riset yang cermat. Bagaimanapun, saya tetap terbuka untuk banyak melakukan riset dan bersedia mengubah pendapatku berdasarkan itu semua.”
Tn. Madani meneruskan, “Karena topik Imam Zaman tidak cukup jelas bagi saya. Dan sepanjang saya belum bisa untuk meyakinkan diri saya pada realitasnya, saya lebih suka untuk mendiskusikan dan meriset tentang topik itu.”
Di antara mereka yang hadir pada saat itu dan turut menyimak perbincangan tadi adalah Dr. Emami dan Fahimi. Kedua-duanya mengungkapkan minat mereka pada tema tersebut apabila diskusi-diskusi itu diselenggarakan. Tn. Hosyyar setuju datang dan mengarahkan perbincangan kapanpun kelompok itu untuk memutuskan. Sebelum berpisah, mereka sepakat untuk bersua kembali pada hari Sabtu berikutnya, di kediaman Tn. Madani, tempat pertemuan pertama diadakan. Halaman-halaman selanjutnya merupakan catatan ini semua dan mungkin lebih banyak lagi pertemuan-pertemukan diselenggarakan, untuk menelaah tema eksistensi Imam Keduabelas as.[]